Bangka Belitung, Politik

Dalam Politik Tidak ada Kawan Sejati, tidak ada Musuh Abadi

Lintasan- Pangkalpinang. Semakin dekatnya kontestasi pileg 2024 sudah mulai di mana – mana mulai warung kopi, komunitas dan kalangan menengah serta atas melakukan pengkondisian bagaimana bisa memenangkan pileg di 2024 mendatang.

Dalam pilkada atau pileg ada istilah tidak ada Musuh Abadi dan tidak ada teman sejati dan itu memang sudah menjadi pemandangan umum dari mulai masyarakat awam sampai pada elit politik di Indonesia.

Adu strategi dan pemenangan segala lini mulai dijalankan sehingga seringkali bergesekan bahkan tidak memperhatikan kawan yang sudah sama – sama berjuang sebelumnya.

Kalimat “Tidak ada teman dan musuh sejati dalam politik, yang ada hanyalah kepentingan sejati” mungkin terdengar seperti klise, tetapi memiliki kedalaman makna yang tak terbantahkan dalam konteks politik.

ini mencerminkan kenyataan bahwa dalam politik, aliansi dan perpecahan seringkali didorong oleh kepentingan yang bersifat pragmatis, bukan oleh afiliasi ideologis atau persahabatan yang sejati.

Dalam dunia politik, pemimpin dan partai politik seringkali bersatu atau berpisah berdasarkan kepentingan saat ini.

Kalimat “Tidak ada teman dan musuh sejati dalam politik, yang ada hanyalah kepentingan sejati” mungkin terdengar seperti klise, tetapi memiliki kedalaman makna yang tak terbantahkan dalam konteks politik.

Ini mencerminkan kenyataan bahwa dalam politik, aliansi dan perpecahan seringkali didorong oleh kepentingan yang bersifat pragmatis, bukan oleh afiliasi ideologis atau persahabatan yang sejati.

Dalam dunia politik, pemimpin dan partai politik seringkali bersatu atau berpisah berdasarkan kepentingan saat ini.

Contoh nyatanya adalah ketika dua partai yang sebelumnya bersaing tajam dapat berkolaborasi untuk membentuk pemerintahan koalisi.

Aliansi semacam ini tidak selalu didasarkan pada kesamaan ideologi atau nilai-nilai, tetapi pada kepentingan bersama untuk mencapai tujuan politik tertentu.

Di sisi lain, pemimpin atau partai politik yang mungkin dianggap “musuh” pada satu waktu, dapat berubah menjadi “teman” jika kepentingan politik berubah.

Ini mungkin terjadi ketika mereka menemukan kesamaan dalam agenda atau melihat manfaat dalam bekerja sama.

Namun, perlu diingat bahwa klaim “tidak ada teman dan musuh sejati” dalam politik bukan berarti bahwa hubungan personal atau etika tidak penting.

Ini lebih tentang mengakui realitas bahwa dalam politik, kepentingan seringkali menjadi pendorong utama tindakan dan keputusan.

Sebagai individu yang ingin memahami dunia politik, kita harus mampu melihat di balik retorika publik dan memahami motivasi di balik tindakan politik.

Kita perlu berhati-hati dalam menilai hubungan dan aliansi dalam politik, mengingat bahwa mereka mungkin lebih bersifat pragmatis daripada ideologis.

Selain itu, sebagai pemilih, kita memiliki peran penting dalam memengaruhi politik.

Memahami bahwa politik didorong oleh kepentingan dapat membantu kita menjadi pemilih yang lebih kritis.

Kita dapat menilai kinerja pemimpin dan partai politik berdasarkan bagaimana mereka melayani kepentingan masyarakat, bukan hanya kepentingan mereka sendiri.

[Lintasan/red]

 

Leave a Reply